Kekeringan Terendah dalam Sungai Amazon, Rekor Air Terendah Berdampak pada Ekosistem

Kekeringan Terendah di Sungai Amazon, Rekor Air Terendah Berdampak pada Ekosistem

Jakarta – Kekeringan terparah yang pernah tercatat sudah pernah menyebabkan penurunan radikal pada permukaan air sungai-sungai di area lembah Amazon, mencapai level terendah sepanjang sejarah, bahkan pada beberapa tindakan hukum menyebabkan dasar sungai yang mana dulunya bisa saja dilayari menjadi kering.

Dilansir dari Reuters, Salimoes, salah satu anak Sungai Amazon yang tersebut alirannya berasal dari pegunungan Andes di area Peru, telah dilakukan mencapai level terendah di area Tabatinga, sebuah kota pada Brasil yang dimaksud berbatasan dengan Kolombia.

Read More

Lebih jarak jauh di area hilir, di tempat Tefé, cabang sungai Salimoes sudah pernah benar-benar mengering, seperti yang digunakan dilihat oleh jurnalis Media Reuters pada waktu terbang pada atasnya pada hari Selasa.

Danau Tefé yang berada dalam dekatnya, tempat lebih lanjut dari 200 lumba-lumba air tawar meninggal akibat kekeringan tahun lalu, juga telah dilakukan mengering, menghilangkan habitat alami lumba-lumba merah muda yang tersebut terancam punah.

“Kita sedang menghadapi tahun yang tersebut sangat kritis,” ujar Romulo Batista, juru bicara Greenpeace, sambil menunjukkan dasar sungai Salimoes yang digunakan pada masa kini berubah menjadi tumpukan pasir. “Beberapa bulan tahun ini sudah ada memecahkan rekor tahun lalu.”

Dilansir indiatoday.in, Sungai Amazon memegang rekor sebagai sungai dengan jumlah air terbesar di dalam dunia. Sumbernya terletak pada Pegunungan Andes, Peru, pada ketinggian 5.598 meter di area berhadapan dengan permukaan laut, dimulai dari sebuah anak sungai kecil bernama Carhuasanta, yang dimaksud belaka berjarak 192 km dari Samudra Pasifik, tempat sungai ini dulunya mengalir.

Sekitar seperenam dari seluruh air tawar dunia yang mana mengalir ke laut melintasi delta Amazon yang mana lebarnya mencapai 320 km sebelum bermuara pada Samudra Atlantik.

Ukuran sungai ini bervariasi tergantung musim. Pada musim kemarau, lebarnya berkisar antara 4 hingga 5 km, sementara selama musim hujan, lebarnya bisa jadi mencapai 50 km. Pada aliran puncaknya, kecepatan arus sungai dapat mencapai 7 km/jam.

Dampak Kekeringan Sungai Amazon

Dilansir dari news.mongabay.com, di tempat Brasil, kondisi paling parah terjadi di dalam Sungai Madeira, yang dimaksud melintasi negara bagian Amazonas kemudian Rondônia. Berdasarkan data resmi, pada 9 September, tinggi air di dalam kota Porto Velho cuma mencapai 79 sentimeter (31 inci), 33 cm (13 inci) lebih besar rendah dari rekor terendah yang dimaksud pernah tercatat pada Oktober 2023.

Sungai besar lainnya, seperti Negro, Solimões, lalu Purus, juga memecahkan rekor air terendah pada September ini dibandingkan dengan periode yang digunakan serupa di beberapa dekade terakhir.

Sebagai contoh, Sungai Purus yang tersebut berkelok-kelok, yang tersebut berhulu pada Peru serta mengalir melalui negara bagian Acre dan juga Amazonas, tercatat miliki ketinggian 7,5 meter (24,6 kaki) di tempat kota Beruri, Amazonas, pada 9 September, atau 2,2 meter (7,2 kaki) tambahan rendah dari rekor sebelumnya yang dimaksud tercatat pada hari yang mirip tahun 1983.

“Berdasarkan data yang kami miliki kemudian prakiraan curah hujan, kami memperkirakan ini sanggup menjadi kekeringan terburuk yang pernah dialami Amazon,” kata Adriana Cuartas, peneliti hidrologi dalam Pusat Nasional untuk Pemantauan lalu Peringatan Bencana Alam (CEMADEN), terhadap Mongabay.

Kondisi yang semakin memburuk memaksa pelabuhan Manaus untuk memberlakukan rencana darurat, termasuk pengerjaan feri raksasa guna mengangkut barang-barang dalam sepanjang bentangan sungai yang dimaksud tidak ada lagi bisa saja dilalui kapal-kapal besar.

Walaupun ada upaya tersebut, penduduk Manaus mungkin saja menghadapi kenaikan biaya pangan yang tersebut harus diimpor dari wilayah lain dalam Brasil. Selain itu, barang-barang elektronik yang dimaksud diproduksi pada Zona Franc Manaus juga bisa jadi menjadi lebih lanjut mahal bagi konsumen di tempat selatan juga barat daya Brasil.

Krisis ini juga menjadi pengingat bagi para ilmuwan akan prospek kematian massal lumba-lumba Amazon — pada 2023, sebanyak 209 lumba-lumba berakhir dalam Danau Tefé, di area negara bagian Amazonas, akibat peningkatan tajam suhu air.

SUKMA KANTHI NURANI I  INDIA TODAY  I  MONGABAY I REUTERS

Related posts