TEMPO.CO, Jakarta – Harga beras mengalami kenaikan ke level tertinggi dalam 15 tahun di tengah waswas terhadap suplai dunia setelah India menahan pengiriman beras. Cuaca buruk di kawasan Asia Tenggara telah berdampak pada produksi beras.
Menurut Thai Rice Exporters Association, harga beras putih dari Thailand naik 5 persen atau naik menjadi USD 648 per ton (Rp 9,9 juta). Angka ini merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2008. Kenaikan harga beras ini terjadi setelah pengeskpor beras terbesar di dunia, India, mengumumkan larangan pengiriman non-basmati beras putih pada akhir Juli 2023. Pemerintah India menjelaskan langkah ini diambil sebagai sebuah upaya untuk meredakan harga beras dalam negeri, yang sudah melonjak lebih dari 30 persen sejak Oktober 2022.
Akan tetapi, larangan itu sekarang telah memicu waswas karena bisa mendorong naiknya inflasi pada harga makanan dunia karena beras adalah makanan pokok bagi miliaran warga Asia dan Afrika. Ancaman terakhir suplai beras berasal dari Thailand, yakni negara terbesar kedua pengekspor beras. Otoritas Thailand telah mendorong para petani agar mengubah tanaman bercocok tanam mereka dari padi ke tanaman lain yang tidak membutuhkan banyak air. Pasalnya, Thailand saat ini sedang mempersiapkan diri menghadapi musim kering sebagai dampak dari El Nino. Pola iklim siklis cenderung mengurangi curah hujan di area Asia Tenggara dan wilayah lain. Dampak negatifnya akan dialami tanaman.
Data memperlihatkan badai El Nino pada 2015/2016 telah mengurangi output beras Thailand year-over-year sampai 16 persen. Pada tahun ini, total curah hujan di daerah-daerah penghasil beras sekitar 23 persen atau di bawah level pada tahun lalu. Pada tujuh bulan pertama 2023, Thailand telah mengirimkan 4.8 juta metric ton beras atau ekspor per bulannya sekitar 700 ribu ton – 800 ribu ton. Menurut Presiden Thai Rice Exporters Association Charoen Laothamatas, pada 2022 ekspor beras Thailand sebanyak 7.71 juta ton.